Senin, 18 April 2011

Legenda Puyang Serampu

Kampung Persa

Cerita ini diawali dengan Kampung Persa yaitu sebuah desa terletak didekat Muara sungai Lubai dan sungai Rambang. Wilayah permukiman ini berada ditepian sungai Lubai merupakan dibawah kekuasaan Kedatuan/Kerajaan Sriwijaya. Lokasi Kampung Persa diperkirakan saat ini dekat dengan Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir.

Puyang Serampu 7Puyang Serampu 7 adalah puyang 7 bersaudara  yang bermukim di Kampung Persa, Muara Lubai. Mereka terdiri dari 6 bersaudara laki-laki dan 1 bersaudara perempuan. Enam bersaudara laki-laki ini, mempunyai ilmu kesaktian mandraguna. Kesaktiannya tidak perlu diragukan lagi, seperti apa yang tersirat dihati, dapat diwujudkan ke alam nyata. Hal ini dapat terjadi dikarenkan kondisi alam perkampungan ini yang jauh dari pusat keramaian dan ketekunan dari enam bersaudara ini latihan ilmu kanuragan, maka mereka dapat memiliki kesaktian yang tiada tanding pada saat itu. Dengan kesaktian yang dimiliki 6 bersaudara ini, saat itu Kampung Persa, Muara Lubai dalam kondisi aman tenteram, tidak dapat gangguan dari pihak luar kampung.

Puyang Serampu 7 mempunyai seorang adik perempuan, mempunyai paras yang cantik jelita. Kecantikan puyang perempuan ini pada saat itu, tidak ada yang menandinginya di Kampung Persa, Muara Lubai. Banyak pemuda yang menaruh hati kepada sang gadis nan cantik jelita ini, namun mereka tidak berani mengungkapkanya. Hal ini karenakan mereka takut akan kesaktian yang dimiliki 6 saudara laki-laki Puyang Serampu 7.

Pemuda Sakti Tanpa Pusar

Konon ceritanya dahulu kala  tidak jauh dari Kampung Persa, Muara Lubai terdapat kampung di bawah air. Di kampung bawah air itu, tinggal seorang pemuda sangat tampan bersama kedua orang tuanya. Pemuda tampan ini mempunyai beberapa keanehan daripada manusia normal yaitu dia tidak mempunyai pusar*) baca pusat dalam bahasa Lubai. Disamping mempunyai keanehan tidak memiliki pusar lazimnya manusia normal pemuda ini, mempunyai kesaktian mandraguna luar biasa yaitu setiap dia menghamtamkan kakinya ke tanah, maka dari bekas hantaman kakinya akan memancarkan air dalam jumlah yang sangat banyak.

Pada suatu hari sang pemuda tampan sakti tanpa pusar ini, berkunjung ke Kampung Persa, Muara Lubai. Tanpa sengaja saat itu, dia melihat seorang gadis yang mempunyai paras cantik jelita. Gadis itu adalah adik perempuan Puyang Serampu 7. Ketika itu sigadis ini akan mandi ke Batanghari Lubai di Kampung Persa. Sejak pandangan pertama ini, sipemuda tampan tidak dapat melupakan bayangan wajah sigadis cantik nan jelita dari Kampung Persa, Muara Lubai. Beberapa hari pemuda tampan tanpa pusat, memikirkan bagaimana caranya agar dia dapat melupakan bayaran sigadis ini, namun dia tidak berhasil. Dia menyadari bahwa antara dia dan sigadis beda alam. Pemuda tampan tanpa pusar berada dialam bawah air dan sigadis hidupnya dialam atas air. Dapatkah kedua insan beda alam ini, menjalin kasih sayang.

Pemuda tanpa pusar melamar

Beragam cinta yang ada dalam kehidupan sehari-hari, kadang berakhir menyenangkan dan kadang menyedihkan, tapi tidak seharusnya manusia terlena dan hanyut akan cinta. Cinta ibarat kupu-kupu. Makin kau kejar, makin ia menghindar. Tapi bila kau biarkan ia terbang, ia akan menghampirimu disaat kau tak menduganya. Cinta bisa membahagiakanmu tapi sering pula ia menyakiti, tapi cinta itu hanya istimewa apabila kau berikan pada seseorang yang layak menerima.

Perasaan yang membara didalam jiwa sang pemuda tampan tanpa pusar, membawa dia untuk memberanikan diri untuk menemui sigadis nan cantik jelita adik puyang Serampu 7. Singkat cerita pertemuan kedua manusia yang berlain jenis ini menumbuhkan benih-benih cinta yang mendalam. Benih-benih cinta yang tumbuh pada kedua insan manusia ini, semakin hari tumbuh kian subur. Karena desakan dari gelora cinta yang semakin memabara didalam jiwa sipemuda, dia bertekad akad akad melamar adik perempuan Puyang Serampu 7.

Sipemuda tampan menghadap orangtua sigadis, untuk menyampaikan niatnya. Sipemuda tanpa pusar berucap "Mamang pemangku adat Kampung Persa, kenalkan aku pemuda dari desa nan jauh dari sini dan ciri-ciriku tanpa pusar. Maksud kedatangan aku kesini, nak melamar anak mamang, untuk menjadi pendamping hidupku" Mendengar pinangan dari sepemuda yang memperkenalkan diri berasal dari desa yang jauh dan tidak memiliki pusar, Pamanda orang tue dari Puyang Serampu 7 serta ke 6 anaknya laki-laki yang sakti limu kanuragan ini, jadi terperangah mendengarnya. Apa mungkin ada didunia ini, seorang manusia tanpa memiliki pusar.

Mereka berenam saudara sepakat untuk menolak pinangan ini. Hati mereka menjadi gusar, adik perempuan mereka yang mempunyai paras cantik jelita dilamar oleh seorang pemuda mempunyai beberapa keanehan yaitu dia tidak mempunyai pusar, tidak dapat menyebutkan dia berasal dari desa mana...!





Syarat lamaran diterima



Akhirnya enam bersaudara laki-laki Puyang Serampu 7 sepakat mengajukan persyaratan agar pinangannya sipemuda tanpa pusar dapat diterima yaitu dengan cara bertanding adu ilmu kesaktian antara sipemuda dan 6 bersaudara ini. 



Adu ilmu kesaktian ini ternyata hasilnya seimbang yaitu enam bersaudara Puyang Serampu 7 tidak dapat mengalahkan sipemuda tanpa pusar. Mereka telah mengeluarkan semua kemampuan yang mereka miliki, namun hasilnya seimbang. 



Menyadari hal ini membuat enam saudara laki-laki Puyang Serampu 7, dengan perasaan terpaksa harus menerima pinangan sipemuda tanpa pusar. Kesaktian sipemuda tanpa pusar, telah memaksa enam saudara laki-laki Puyang Serampu 7 merestui pinangannya terhadap adik perempuan mereka satu-satunya. Dalam bahasa Lubai "kelewai cumah suhang" nak belaki jaoh pule.



Pengantin Wanita dibawa pulang



Setelah pinangan sipemuda tanpa pusar diterima lanngsung dilaksanakan perkawinan antara pemuda sakti tanpa pusar baca pusat dalam bahasa Lubai dengan adik Puyang Serampu 7. Nampak kedua mempelai sangat bahagia, Sipemuda mempunyai wajah sangat tampan bersanding dengan seorang gadis mempunyai paras sangat jelita. Sunguh mereka merupakan pasangan yang sangat serasi.



Sebagai ungkapan cinta sepasang suami isteri yang harmonis. mereka tidak mengatakan "Ini salahmu!", tapi mereka mengaatakan"Maafkan aku, ya sayang". mereka tidak mengatakan "Kau dimana!", melainkan mereka berkata"Aku disini, mengapa sayang?" mereka tidak mengatakan "Coba, seandainya kau...", akan tetapi mereka berkata "Terima kasih ya, kau begitu....."



Beberapa hari berselang, sang pengantin pria hendak membawa pulang sang pengantin wanita ke istana baca tempat tinggal dia bermukim. Mereka menuju kesana dengan perjalanan darat, masih sanggat asing bagi sang pengantin wanita. Mengingat hal ini akan membuat kesulitan bagi sang pengantin wanita, bila terjadi sesuatu hal untuk kembali kekampung halamannya di Kampung Persa, Muara Lubai. Maka sang pengantin pria memberitahukan kepada sang pujaan hatinya bahwa menginggat perjalanan kita ini memakan waktu cukup lama yaitu selama 3 (tiga) hari 3 (tiga) malam, selain membawa beberapa keperluan makanan untuk kita, jangan lupa membawa buah Wijan.



Mereka sepasang pengantin yang berbahagia ini, setelah pamit kepada keluarga besar Puyang Serampu 7, mereka memulai perjalanan menuju tempat tinggal sang pengantin pria. Sang pengantin pria memerintahkan isteri untuk menaburkan buah Wijan sepanjang perjalanan yang mereka lakukan. Sang isteri belum memahami apa maksud suaminya menyuruh dia agar menaburkan buah Wijan sepanjang perjalanan mereka.



Setelah mereka melakukan perjalanan selama 3 (tiga) hari 3 (tiga) malam mereka sampai dimana tempat yang dimaksud tempat tinggal sang pengantin pria. Tempat itu yang ternyata sebuah Lubuk di sebuah Sungai. Melihat kenyataan ini, maka sang pengantin wanita sangat kaget. Perasaannya bercampur antara sedih dan rasa takut ketika melihat sang suami melompat kedalam sungai itu. Namun demikian karena dia sanggat mencintai suaminya dia mampu untuk menahan rasa sedih dan takut, sambil menunggu dipinggir sungai.



Setelah masa menunggu suaminya itu, selama 3 (tiga) pekan atau minggu sang suami tidak juga muncul kepermukaan sungai, maka sang pengantin wanita akhirnya dengan rasa sedih memutuskan untuk kembali pulang Kampung halaman tempat kelahirannya. Pada awalnya dia merasa binggung bagaimana mungkin dia dapat menuju kembali ketempat kampung halamannya, menginggat tempat tinggal sipemuda tanpa pusar sangat jauh dari kampung halamannya.



Adik perempuan Puyang Serampu 7 ini, memulai perjalanan kembali menuju kampung Persa, Muara Lubai. Setelah beberapa lama perjalanannya, tanpa sengaja dilihatnya ada pohon Wijan. Sang pengantin wanita, akhirnya menyadari bahwa ternyata maksud suami memerintah untuk menabur biji Wijan adalah agar buah wijan yang telah ditaburkan sepanjang jalan tadi setelah tumbuh dapat menjadi petunjuk jalan, untuk pulang kembali menuju Kampung Persa dekat Muara Lubai - Sungai Rambang.



Dengan memperhatikan pohon Wijan yang telah ditaburkan saat akan pergi dahulu, saat ini sudah mulai tumbuh sehingga akhirnya si adik perempuan Puyang Serampu 7, tidak mendapat kesulitan untuk mencapai tempat kelahirannya.



Malapetaka Kampung Persa Lubai



Sang waktu berjalan terus tanpa terasa, telah 3 (tiga) purnama lamanya sang pengantin pria berada di Lubuk Sungai bersama orangtuanya. Sebagai pengantin baru, dia sangat rindu baca sumang kepada isterinya, maka iapun segera menyusul ke Kampung Persa di Muara Lubai.



Maksud kedatangannya ke kampung Persa, Muara Lubai adalah hendak membawa pulang kembali iseterinya. Adik Puyang Serampu 7, setelah dia mengetahui bahwa suaminya itu bukan dari Bangsa Manusia melain dari Bangsa lain atau makhlus halus yang sakti, maka dia tidak mau lagi kembali mengikuti suaminya. Karena diminta dengan baik-baik, isterinya tidak mau ikut pulang, maka sampailah puncak kemarahan si Pemuda tanpa pusar yang sakti ini.



Karena silang paham tidak mencapai titik temu, maka untuk menyelesaikan permasalahan diadakan perang tanding kesaktian antara "Pemuda sakti tanpa pusar" dan "Tujuh bersaudara Puyang Serampu".



Pertandingan adu kesaktian ini cukup seru. Pemuda tanpa pusar, menghantamkan kaki ketanah maka seketika itu juga memancar air yang sangat besar keluar dari bekas hantaman kaki. Saudara tertua dari Puyang Serampu Tujuh tanpa ragu dengan kesaktiannya, hanya menggunakan sebatang lidi kelapa, dia mampu menutup air, yang sangat deras memancar tadi. Hantaman kaki pemuda tanpa pusar, dari kesatu sampai dengan ke-enam dapat ditutup hanya menggunakan sebatang lidi oleh Puyang Serampu Tujuh bersaudara, sesuai dengan urutan pertama sampai dengan puyang nomor 6 (enam).



Malapetaka bermula, ketika hantaman kaki pemuda tanpa pusar ketujuh. Mendapat giliran untuk menutup air yang memancar dari bekas hatanman kakinya itu adalah adik perempuan Puyang Tujuh Serampu. Setelah lidi kelapa itu ditancapkan ketanah, ternyata air yang memancar itu tidak mau berhenti. Air yang memancar itu, semakin lama, semakin meluap. Mula-mula hanya menggenangi rumah tinggal Puyang Serampu 7 bersaudara saj, namun air itu semakin lama, semakin meluap yang akhirnya menengelamkan kampung Persa, Muara Lubai – Sungai Rambang.



Keterangan :

  1. Sisa Kampung Persa, Muara Lubai dapat dilihat dengan beberapa reruntuhan rumah yang telah tenggelam itu. Bagi pembaca cerita ini, dapat berkunjung kesana menggunakan perahu ataupun jalan darat, Lokasi dekat Muara Batanghari Lubai - Batanghari Rambang di Muara Kuang Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan;
  2. Adik Perempuan Puyang Serampu 7 dibawa oleh Pemuda sakti tanpa pusar ke alam bawah air; 
  3. Ke 6 bersaudara laki-laki Puyang Serampu 7 pergi ke arah hulu Sungai Lubai yaitu : Puyang Berlayar Balok, karena menggunakan Balok dari kampung Persa, Muara Sungai Lubai - Sungai Rambang, ke hulu Batanghari Lubai. Poyang ini merupakan tokoh masyarakat "Talang Balok” kuburan Puyang ini berada dipinggir Batanghari Lubai, Talang Balok, dekat desa Aur Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim dan Puyang Terbang Jubah, tokoh masyarakat Duson Aur. Jubah Puyang ini masih dapat disaksikan di Desa Aur. Kuburan puyang ini dipinggir Batanghari Lubai, Duson Aur. Bagi masyarakat Duson Aur, puyang ini terkenal dengan legenda pohon Tanjung berbunga emas; 
  4. Terdapat kuburan tua terletak dipinggir Batanghari Lubai, dekat daerah Talang Haji, desa Jiwa Baru, saat ini masih ada. Tapi penulis tidak memperoleh info yang jelas apakah kuburan ini termasuk tokoh dari ”Poyang Serampu 7”
  5. Ada keyakinan bagi masyarakat Lubai - Rambang bahwa keturunan Puyang Lubai - Rambang tidak akan tenggelam/hanyut atau diganggu oleh makhluk di Sungai Lubai - Sungai Rambang. Hal ini seakan ada hubungannya dengan Legenda Puyang Serampu 7 bahwa salah satu saudaranya berada di alam bawah air. 
Catatan : pu·sar n cekungan di tengah-tengah dinding perut bekas tempat tali pusar yang menghubungkan perut dengan tembuni ketika bayi baru lahir; pusat 
 

Sumber info : Lamtoni Zainal Abidin (Beringin Lubai) dan diolah sendiri oleh penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita 7