Selasa, 19 April 2011

Pulang kampung ke 8

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

السلام عليكم dan Selamat Sejahtera

   Pulang kampung ke 8 maksudnya sejak penulis menjadi perantau dan tinggal diperantauan Provinsi Lampung, penulis melakukan perjalanan pulang kampung ke desa Jiwa Baru di Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan, pada kesempatan ini merupakan yang kedelapan.
   Setelah 38 tahun lamanya penulis mengikuti orangtua pergi merantau. Tempat tinggal penulis saat ini berdomisili di Jalan Pangeran Antasari Nomor : 38 Tanjungkarang timur Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung, penulis berserta roombongan pulang kampung. Misi pulang kampung ketujuh ini adalah mengurusi tanah lokasi Pesantren Almukhlishin peninggalan orangtua di
desa Jiwa Baru Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.  
  Catatan perjalanan ini merupakan sekelumit cerita, penulis melakukan aktivitas selama melakukan perjalanan pulang kampung pada tahun 2008.

13 Juni 2008 Hari Jum'at, Berangkat pulang kampung
     Rombongan pulang kampung ke 8 ini terdiri dari Kakak perempuan kami Nur Asmara,  Penulis, Mustaqim, Alimin Dalil, Rizki anaknya Alimin dan Yurni Asmita. Kami berangkat pukul 09.00 WIB dari Stasiun Tanjungkarang menuju Stasiun Pagar Gunung Kecamatan Lubai. Kereta api  yang kami tumpangi Fajar kelas Bisnis. Stasiun Rajabasa, Stasiun Natar, Stasiun Kotabumi, Stasiun Blambangan Umpu, Stasiun Martapura, Stasiun Baturaja, Stasiun Peninjauan.
    Tiba di Stasiun Pagar Gunung waktu menunjukkan pukul  18.15 WIB. Disana telah menunggu  Kakak Rizwan anak dari wak Anmor, Sangkut dan Arios anak dari Paman Sukardin. Kami langsung menuju kendaraan roda 4 yang dikemudikan oleh Kakak Rizwan untuk melanjutkan perjalanan ke desa Desa Jiwa Baru. Setelah melewati sungai Selanglang, sungai Air Puhun dalam  waktu 20 menit dari Stasiun Pagar Gunung kami serombongan telah sampai dirumah Paman Sukardin.

14 Juni 2008 Hari Sabtu, Ziarah kemakam nenek moyang
    Selesai santapan pagi, kami berziarah kemakam Poyang Riamad bin  Poyang Nata Kerti. Poyang Riamad lebih populer dengan sebutan Poyang Lebi.  Makam beliau terletak didekat rumah Kakak Luth di desa Jiwa Baru Kecamatan Lubai. Banyak tumbuh rumput diatas pusara yang harus kami bersihkan menggunakan cangkul. Setelah dibersihkan penulis berdoa kepada Allah SWT  segala dosa dan kesalahan nenek poyang kami ini diampuni.
   Setelah membersihkan areal pemakaman Poyang Lebi, kami serombongan  menuju areal pemakaman umum desa Jiwa Baru. Ditengah areal pemakaman umum ini bersemayam Kakek  Wakif bin Kenaraf dan ketiga isteri beliau. Rumputnya yang tumbuh disekitar makam tidak terlalu banyak sehingga waktu yang diperlukan tidak terlalu lama untuk membersihkannya.  Penulis  memimpin doa memohon kepada Allaht SWT agar segala dosa dan kesalahan kakek Wakif bin Kenaraf  diampunkan.
     Kegiatan ziarah ini berlanjutkan kepemakaman Poyang Aliakim bin Sinar dan isteri, Kakek Haji Hasan bin Aliakim dan nenek Sedunah binti Abdurrahman yang terletak dipinggir jalan beraspal dekat kalangan atau pasar seminggu 1x desa Jiwa Baru. Ketika tiba diareal pemakaman ini, penulis tertegun ketika menyaksikan kondisi yang cukup memprihatinkan dikarenakan banyak perdu yang tumbuh liar disana disini. Kondisisi diperparah lagi dengan adanya orang yang berjualan didekat areal pemakaman ini, yang terkadang membuang sampah sembarangan. Kami bergotong royong membersihkan areal pemakaman ini, lebih kurang 20 menit waktu yang diperlukan.
     Setelah selesai membersihkan areal pemakaman Kakek Haji Hasan bin Poyang Aliakim, kami serombongan  mampir kerumah Elvi anak dari Paman Sukardin. Mengobrol sebentar, tidak lama kemudian kami disuguhi Teh dan makanan ringan.  Selanjutnya kami dipersilahkan untuk makan siang. 

      Kegiatan selanjutnya beritirahat, setelah tubuh terasa letih...

15 Juni 2008 Hari Minggu, Pergi kelokasi tanah warisan

    Tanah di Muara Bening. Pukul 08.30 WIB dengan mengendarai sepeda motor, kami pergi meninjau Tanah di Muara Bening, Lebak Lubai desa Jiwa Baru kecamatan Lubai. Muara Bening nama sebuah sungai kecil yang letaknya tidak jauh dari sungai Lubai. Tanah yang kami kunjungi ini letak persis diantara sungai Muara Bening dan sungai Lubai. Asal usul tanah dari warisan Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan. Kondisi tanah ditumbuhi beberapa tanaman yang masih tersisa yaitu pohon Rambai, Gandaria dan kayu jenis lainnya. Luas tanah lebih 10.000 meter persegi yang berbatasan : sebelah Utara dengan sungai Lubai, sebelah Selatan dengan sungai Muara Bening, sebelah timur dengan tanah wak Molek/wak Kerie Haki, sebelah Barat dengan tanah Kakak Matlani.
     Tanah di Muara Selanglang. Asal usul tanah dari warisan Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan. Kondisi tanah ditumbuhi beberapa tanaman yang masih tersisa yaitu pohon Rambai, Gandaria dan kayu jenis lainnya. Luas tanah lebih 30.000 meter persegi yang berbatasan : sebelah Utara dengan Danau Tehap, sebelah Selatan dengan sungai Lubai, sebelah timur dengan tanah Kakak Umar Khotob, sebelah Barat dengan sungai Muara Pegang.
      Tanah di Dataran Bukit Jehing 1. Asal usul tanah dari warisan Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan yang semula tanah ini dibeli dari Wak Haji Zainuddin. Kondisi tanah ditumbuhan beberapa jenis kayu hutan. Luas tanah lebih 30.000 meter persegi. Berdasarkan cerita dari adik sepupu penulis yang bernama Milnan bin Muhammad Daud bahwa semula di tanah ini tumbuh berbagai jenis kayu yang sudah besar. Kayu itu ditebang untuk dibuat kayu balok oleh salah seorang kerabat kami yang tanpa izin dari kami, diperkirakan jumlah volumenya 100 meter kubik.
       Tanah di Dataran Bukit Jehing 2. Asal usul tanah dari warisan Ibunda Nafisyah bin Wakif bin Kenaraf. Tanah ini berdasarkan surat musyawarah Ibunda bersaudara tertanggal 16 Maret 1966 yang masing-masing mereke menanda-tangani surat tersebut bahwa tanah di Dataran Bukit Jehing bagian dari Ibunda Nafisyah bin Wakif bin Kenaraf. Luas tanah berdasarkan srat izin membuka lahan dari Kepala Marga Lubai suku 1 tahanu 1958 yang ditanda tangani oleh Pasirah Syarkowi seluas 100 Hektar = 100.000 meter persegi. Kondisi tanah telah beralih fungsi yang semula kebun Serai Wanggi menjadi kebun Karet perorangan milik warga desa Jiwa Baru. Hal ini terjadi dikarenakan mereka mengatas-namakan Proyek Inti Rakyat, sehingga mereka bersama-sama membuka tanah warisan Ibunda kami.  Tepat pukul 15.30 WIB, kami meninggalkan lokasi tanah warisan ibunda kami...


15 Juni 2008 Malam Senin, kembali keperantauan...
      Kami berangkat dari desa Jiwa Baru, pukul 21.00 WIB. Kakak Rizwan mengantar kami dengan kendaraan roda 4 mobil niaga. Tiba di Stasiun Pagar Gunung kami harus menunggu kedatangan Kereta Api Limex Sriwijaya dari Stasiun Kertapati Palembang. Pada perjalanan kembali keperantauan ini
     

Blogged with the Flock Browser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita 7