Selasa, 19 April 2011

Pulang kampung ke 3


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

السلام عليكم dan Selamat Sejahtera
      Pulang kampung ke 3 maksudnya sejak penulis menjadi perantau dan tinggal diperantauan Provinsi Lampung, penulis melakukan perjalanan pulang kampung ke desa Baru Lubai di Kecamatan Prabumulih Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan, pada kesempatan ini merupakan yang ketiga.
        Setelah lima tahun lamanya penulis mengikuti orangtua pergi merantau ke Sekampung kuning desa Air Naningan Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, penulis sekeluarga besar terdiri dari kedua orangtua, Kakak Sulung, Kakak Perempuan dan Adik Perempuan pulang kampung. Misi pulang kampung ketiga ini adalah Kakak sulung kami akan melangsungkan pernikahannya, yang mendapatkan pendamping hidup dari gadis di kampung halaman desa Kurungan Jiwa.


    Catatan perjalanan ini merupakan sekelumit cerita, penulis melakukan aktivitas selama melakukan perjalanan pulang kampung pada tahun 1976.

8 Juli 1976, Berangkat pulang kampung
  1. Kami berangkat menggunakan Angkutan umum dari desa Air Naningan Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung menuju Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan pukul 09.30 WIB. Selama di perjalanan lancar waktu yang diperlukan 1 jam 30 menit;
  2. Berangkat menggunakan Angkutan umum dari Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan menuju Tanjungkarang ibukota Provinsi Lampung, pukul 13.00 WIB, selama di perjalanan lancar tiba di Tanjungkarang hari sudah sore yaitu pukul 15.30 WIB.
  3. Berangkat dari Stasiun Tanjungkarang naik Kereta Api Lintas Malam Ekspres sering disingkat Limex menuju Prabumulih,  Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan  pukul 21.00 WIB;
  4. Tiba di Prabumulih hari telah menjelang waktu sholat subuh, perjalanan dilanjutkan dari Stasiun Prabumulih menuju rumah Paman Muhammad Haris bin Wakif...


9 Juli  1976, Pergi kepasar Prabumulih
  1. Penulis dan Ayahanda pergi kepasar berbelanja untuk keperluan selama tinggal  di kampung halaman, pukul 09.30 WIB. Ketika kami kepasar penulis masuk ke toko Kaset  dan membeli sebuah kaset Orkes Gambus penyanyi Rafiqo Wahab dan sebuah kaset Orkes Melayu Awara pimpinan S. Achmadi Volume 3;
  2. Berangkat dari Prabumulih menuju desa Baru Lubai Kecamatan Prabumulih Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan  pukul 16.30 WIB, dengan mencarter sebuah mobil Land Rover dengan rute dari arah ilir yaitu lewat desa Tanggai, desa Tanjung Kemall dan sebagainya. Kondisi jalan cukup jelek, saat itu musim hujan dan jalan belum diaspal sehinga laju kendaraan sangat pelan;
  3. Tiba di desa Baru Lubai, pukul 23.00 WIB lansung menuju rumah kami yang telah dtinggalkan selama 5 tahun. Sanak keluarga berdatangan, ada yang membantu membersihkan rumah dan merapikan barang-barang bawaan kami.
  4. Setelah makan malam dan hiburan menggunakan Tape Recorder, kaset yang diputar  Orkes Melayu Pengabdian Pimpinan Thalib Hasan, kami akhirnya tertidur pukul 01.30 WIB. 

    16 Juli  1976, Bikin Dodol

          Setelah 6 hari kami berada di Kampung halaman, dalam rangka memenuhi persyaratan pernikahan adat Lubai, sanak keluarga kumpul dirumah kami dalam rangka membuat dodol. Proses pembuatan dodol ini cukup unik yaitu :
    1. Beras ketan terlebih dahulu dijadikan tepung dengan cara ditumbuk pada alat tradiosinal yang dinamakan Lesung terbuat dari kayu;
    2. Kelapa yang sudah tua diparut dan diambil santan;
    3. Bahan pembuatan dodol yang seperti gula, dimasukkan kedalam wajan yang besar menjadi satu dengan Tepu Beras Ketan dan Santan Kelapa;
    4. Ngicau dodol maksud dalam proses pembuatan dodol itu memerlukan waktu yang cukup lama, agar matangnya merata maka adonan bahan yang terdiri dari Tepun Beras Ketan, Santan Kelapan, Gula diaduk-aduk berulang-ulang dengan menggunakan alat pengaduk dari kayu yang ukuran lebih kurang lebar 15 centimeter dan panjang 150 centimeter. 
    5. Saat dodol hampir matang biasanya anak-anak meminta kepada sanak keluarga yang mengicau dodol itu, dengan menggunakan daun Jambu Air.
    21 Juli  1976. Kumpul Sanak 

             Pernikahan dikalangan masyarakat kita sudah menjadi adat kebiasaan bahwa harus dibarengi perhelatan, paling tidak kumpul dan makan bersama. Begitu pula yang terjadi di dusun Baru Lubai dan Kurungan Jiwa kecamatan Prabumulih kabupaten Muara Enim provinsi Sumatera Selatan. Tentunya dalam suatu perhelatan harus ada persiapan-persiapan. Begitu juga adat kebiasaan yang ada di masyarakat Jiwa Baru. Pada prinsipnya persiapan yang dilakukan hampir sama dengan keadaan “umum” di Indonesia, misalkan pembentukan panitia acara perhelatan, pengumpulan dana dan sebagainya. Perbedaan yang mendasar dari keadaan yang terjadi dimasyarakat Baru Lubai dan Kurungan Jiwa terletak pada pencarian dana untuk perhelatan.
            Kegiatan kumpul Sanak dilakukan dirumah keluarga penulis, saat itu banyak sanak keluarga yang berdatangan. Acara dibuka dengan kata sambutan dan selanjutnya sanak keluarga memberikan sumbangan uang dan dicatat didalam buku khusus. Berdasarkan data yang ada sumbangan dari sanak keluarga itu bervariasi jumlahnuya, paling besar Rp. 15.000,- dan paling  kecil Rp. 50,- Harga Emas per gram Rp. 25.000,-
    23 Juli 1976, Membuat Bangsal
       Dalam tradisi masyarakat desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa, tempat melangsungkan kegiatan resepsi pernikahan dinamakan Bangsal. Bangsal ini fungsinya sama  dengan tenda ataupun tarup. Proses pembuatan bangsal pesta, sanak keluarga sekampung halaman bergotong royong sebagai berikut :
    1. Tiang dan kasau bangsal dipinjam sanak saudara yang menyimpan kayu-kayu kasau dibawah rumah panggung. Biasanya kayu ini bentuknya bulat, ukuran panjangnya mencapai 5 meter. Persediaan kayu ini selalu ada dikarenakan masyarakat disini, menyimpan kayu-kayu tersebut untuk bahan membuat atap rumah panggung;
    2. Atap bangsal dipergunakan daun Sehedang dalam bahasa Lubai yaitu sejenis daun pohon Rumbia;
    3. Untuk mengikat kayu-kayu tersebut dipergunakan akar yang lembut namun mempunyai daya tahan yang sangat kuat;
    4. Ukuran bangsal tempat resepsi Kakak sulung penulis yaitu lebar 25 meter dan panjang 45 meter;
    5. Lokasinya terletak diperbatasan desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa yaitu ditanah Poyang Rainim binti Segaran

    24 Juli 1976, Resepsi Pernikahan Kakak Sulung

            Resepsi pernikahan dilaksanakan pada malam Minggu, dihadiri tamu undangan dari berbagai desa di marga Lubai, sanak sanudara yang datang dari kota Palembang, Prabumulih dan Muara Enim.  Pelaksanaan resepsi pernikahan berdasarkan pengamatan penulis yang termegah dan termeriah saat itu. Tokoh masyarakat yang hadir Pasirah marga Lubai suku 1 yaitu paman Harris yang berdomisili Tanjung Kemala, Kakanda Biul Burlian pasirah Rambang Kapak tengah 2 yang berdomisili di Prabumulih, Wak Tajuddin Wahab pegawai Pekerjaan Umum berdomisili di Palembang. Susunan acara resepsi pernikahan Kakak sulung penulis sebagai berikut :
    1. Mempelai pengantin Putera diringi keluarga besar penulis menjemput mempelai pengantin Puteri dan keluarga untuk menuju tempat Resepsi Pernikahan;
    2. Kedua mempelai duduk bersanding di kursi pelaminan dan diapit oleh Ayahanda dan Ibunda penulis serta pihak besan kami;
    3. Protokol dan Master Cremoni Kakanda Drs. Sukarman membuka acara;
    4. Kata sambutan dari pihak mempelai pria sekaligus pihak mempelai wanita disampaikan oleh Wak Tajuddin Wahab;
    5. Kata sambutan wewakilan tamu undangan disampiak oleh Paman Derpai Anggota DRPD Kabupaten Muara Enim;
    6. Kata sambutan dari pemerintahan marga Lubai suku 1 disampaikan oleh : Paman Harris;
    7. Hiburan seni musik, Orkes Melayu Ida Laila dari Prabumulih yang menampilkan biduanita yang bergoyang namun sopan membawakan beberapa lagu;
    8. Tari tanggai dibawakan oleh Zuriyana dan kawan-kawan;
    9. Pelelangan Kue dan Ayam Bakar,  dipandu oleh Guru Robin. Acara lelang ini berlangsung selama 1 (satu) jam;
    10. Kakak sulung sebagai mempelai pria diminta menyayi membawakan lagu berjudul Fatwa Pujangga;
    11. Kakak ipar penulis sebagai mempelai wanita diminta menyanyi membawakan lagu berjudul Jangan menyesal;
    12. Ayahanda penulis dan besan laki-laki menari di iringi dengan lagu Malin kundang;
    13. Ibunda penulis dan besan prempuan menari di iringi denga lagu Bedana;
    14. Penulis merekam beberapa lagu pada kegiatan ini dengan Tape Recorder;
    15. Acara ditutup saat waktu telah menunjukkan pukul 02.00 WIB dinihari...
    25 Juli 1976, Kembali keperantauan 
           Pada hari minggu pukul 08.00 WIB, dilanjutkan kembali acara resepsi pernikahan Kakak sulung penulis untuk melanjutkan hiburan dari Grup Musik Ida Laila yang merupakan kelompok musik yang terpopuler di Prabumulih saat itu. Acara hiburan ini berakhir pada pukul 14.00 WIB.
            Acara dilanjutkan dalam bahasa Lubai mengarak penganten yaitu kedua mempelai dibawa menelusuri jalan yang membelah Desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa. Kakak sulung penulis dan kakak ipar menaiki mobil Sedan milik Wak Tajuddin Wahab dari kota Palembang. Saat itu biasanya sepasang mempelai biasa diarak dengan menaiki sebuah gerobak yang dihiasi dengan beberapa kain dan kertas manila. Mengarak penganten dimulai pukul 16.00 WIB berakhir pukul 16.30 WIB.

    29 Juli 1976, Kembali keperantauan 
           Setelah beberapa pekan berada dikampung halaman desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa, keluarga besar penulis kembali lagi keperantauan. Banyak kenangan yang indah selama pulang kampung ke 3 ini, dan merupakan pulang kampung yang di ikuti oleh semua anggota keluarga.
          Rombongan keluarga penulis terdiri dari : Ayahanda, Ibunda, Kakak perempuan, Penulis, Adik bungsu, Paman Sukardin, Paman Muhammad Teguh dan Kakak Jamaluddin. Berangkat dari Stasiun Prabumulih menuju ke Stasiun Tanjungkarang naik Kereta Api, selama dalam perjalanan tidak ada hambatan apapun. Setelah  tiba di Tanjungkarang perjalanan dilanjutkan ke Takang Padang, sehingga smpai ketempat tujuan...
      Blogged with the Flock Browser

      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar

      Cerita 7